OPTIMALISASI TUPOKSI PERANGKAT PEKON DALAM RANGKA MEMBERIKAN PELAYANAN PRIMA KEPADA MASYARAKAT DI PEKON BLITAREJO KECAMATAN GADING REJO TANGGAMUS LAMPUNG TAHUN 2007 OLEH FATWIASIH AL-HUMAIRA, SMA AL-KAUTSAR 2007


ABSTRAK



FATWIASIH AL-HUMAIRA, Optimalisasi Tugas Pokok dan Fungsi Perangkat Pekon Dalam Memberikan Pelayanan Prima Kepada Masyarakat Di Pekon Blitarejo Kecamatan Gadingrejo Kabupaten Tanggamus Tahun 2007. (Pembimbing: Drs. Messiyanto, viii + 37 hal, tabel dan lampiran)

Penelitian ini membahas masalah optimalisasi tugas pokok dan fungsi perangkat pekon dalam rangka memberikan pelayanan prima kepada masyarakat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui usaha-usaha yang dilakukan pemerintah pekon dalam mengoptimalkan tugas pokok dan fungsi perangkat pekon agar dapat memberikan pelayanan prima kepada masyarakat; untuk mengetahui hambatan-hambatan yang terjadi di pekon dalam mengoptimalkan tugas pokok dan fungsi perangkat pekon sehingga dapat memberikan pelayanan prima kepada masyarakat; mengetahui solusi yang dilakukan pemerintah pekon dalam mengatasi hambatan-hambatan tersebut.

Subjek penelitian ini adalah kepala pekon dan perangkat-perangkatnya di Pekon Blitarejo Kecamatan Gadingrejo Kabupaten Tanggamus Propinsi Lampung tahun 2007. Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini bersifat kualitatif, yang terdiri dari data tentang perangkat pekon, usaha-usaha optimalisasi perangkat pekon yang telah dilakukan, hambatan-hambatan yang dihadapi serta solusi yang telah diambil oleh oleh pemerintah pekon untuk mengatasi hambatan-hambatan tersebut. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi, dokumentasi dan wawancara. Selanjutnya analisis data dilakukan dengan cara deskriptif kualitatif.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemerintah Pekon Blitarejo Kecamatan Gadingrejo sudah berupaya mengoptimalkan Tupoksi Perangkatnya untuk melayani masyarakat dengan prima, meskipun belum memiliki perangkat yang handal serta dukungan sarana dan prasarana yang juga masih sangat minim; Tingkat pendidikan perangkat pemerintahan Pekon yang masih relatif rendah mempengaruhi kinerja perangkat Pekon yang menyebabkan kepala pekon harus bekerja ekstra; Upaya pemerintah pekon dalam mengoptimalkan tugas pokok dan fungsi perangkatnya sudah sangat baik, meskipun dalam keadaan yang tidak kondusif.

Dari hasil penelitian ini penulis menyarankan agar pemeritah pekon Blitarejo kecamatan Gadingrejo kabupaten Tanggamus selalu berupaya menigkatkan pengetahuan, keterampilan dan wawasannya agar dapat memberikan pelayanan prima kepada warga masyarakatnya dengan lebih baik; pemerintah daerah atau pemerintah pusat lebih memperhatikan pekon ini, agar lebih termotivasi untuk meningkatkan kinerjanya; Pemerintah pusat dan pemerintah daerah hendaknya lebih memperhatikan masalah kesejahteraan perangkat pekon agar kinerjanya bisa lebih baik lagi.



BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah

Menurut Peraturan Pemerintah No. 101 Tahun 2000, kepemerintahan yang baik adalah kepemerintahan yang mengembangkan dan menerapkan prinsip-prinsip profesionalitas, akuntanbilitas, transparansi, pelayanan prima, demokrasi, efesiensi, efektivitas, supremasi hukum, dan dapat diterima oleh seluruh masyarakat.

Sebagai salah satu unit terkecil dalam pemerintahan sebuah negara, pemerintahan desa atau pekon memegang peranan yang cukup penting dalam mewujudkan kepemerintahan yang baik. Oleh karena itu, pemerintahan desa atau pekon harus dapat memberikan pelayanan prima kepada masyarakat, sebab pelayanan prima merupakan salah satu prinsip untuk mewujudkan kepemerintahan yang baik

Untuk memberikan pelayanan prima kepada masyarakat, pemerintahan desa atau pekon harus didukung oleh perangkat-perangkat yang handal atau akuntabel. Perangkat yang handal atau akuntabel adalah perangkat desa atau pekon yang memahami dan dapat melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sesuai dengan bidang tanggung jawab yang dibebankan kepadanya. Disamping itu, mereka tentu harus memiliki komitmen dan tanggung jawab moral terhadap masyarakat.
Namun kenyataannya disinyalir dari berbagai media tidak selalu demikian, karena masih banyak aparat desa atau pekon yang belum sepenuhnya dapat memberikan pelayanan prima kepada masyarakat, baik itu berupa pelayanan pendidikan, kesehatan, administrasi dan pemerintahan, pelayanan pembangunan, keuangan maupun kesejahteraan. Sebagai contoh masih banyaknya anak-anak usia sekolah yang putus sekolahnya, banyak warga miskin yang tidak dapat dilayani secara wajar dalam hal kesehatan, masalah admnistrasi dalam pengurusan Kartu Keluarga dan KTP melalui prosedur dan birokrasi yang rumit, pada hal ini bisa dilakukan secara lebih efisien dan tidak perlu menunggu berminggu-minggu. Contoh lainnya adalah administrasi pendataan rakyat miskin untuk mendapatkan JPS, Raskin maupun BLT, masih belum tepat dan disinyalir masih banyak penyimpangan serta salah sasaran. Sebenarnya masih banyak masalah prinsip lainnya di pemerintahan desa atau pekon yang perlu dibenahi dalam rangka mewujudkan kepemerintahan yang baik di desa, antara lain mengoptimalkan tugas dan fungsi perangkat desa agar dapat memberikan pelayanan prima kepada warga masyarakatnya.

Dari hasil pra survey penulis di Pekon Blitarejo Kecamatan Gadingrejo Tanggamus, diketahui bahwa Pekon tersebut termasuk yang terbelakang dibandingkan dengan Pekon atau Desa lain, baik dari segi pembangunan fisik, pendidikan, ekonomi maupun sumberdaya manusianya. Kurang lebih dua tahun Pekon tersebut tidak memiliki Kepala Desa atau Kepala Pekon, karena tidak ada satupun anggota masyarakat di Desa atau pekon itu yang bersedia menjadi Kepala Desa atau Pekon, apalagi menjadi perangkat pekon. Menurut sebagian anggota masyarakat, menjadi aparat atau perangkat Desa/Pekon itu tidak ada untungnya. Dari segi ekonomis, gaji atau tunjungan aparat Desa atau Pekon tidak sesuai dengan tugas dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan. Mereka beranggapan lebih baik jadi petani atau buruh saja dari pada dipusingkan oleh urusan pemerintahan, sementara perhatian dari atas masih sangat kurang.

Setelah dua tahun vakum, kemudian dilaksanakan pemilihan Kepala Desa/Pekon yang baru, terbentuklah perangkat seperti yang ada saat ini (Struktur Terlampir). Dengan segala keterbatasan Kepala Pekon dan perangkatnya berusaha melaksanakan tugas dan fungsinya semaksimal mungkin, sehingga dapat melayani masyarakat dengan prima.

Atas dasar pemikiran dan kenyataan tersebut di atas, penulis tertarik untuk mengetahui lebih lanjut bagaimana cara Pemerintah Pekon Blitarejo mengoptimalkan perangkatnya untuk dapat melayani masyarakat dengan prima ditengah-tengah keterbatasan yang mereka miliki.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, masalah pokok penelitian ini adalah optimalisasi tugas pokok dan fungsi perangkat pekon dalam memberikan pelayanan prima kepada masyarakat di pekon Blitarejo kecamatan Gadingrejo kabupaten Tanggamus. Dari masalah pokok tersebut dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah upaya mengoptimalkan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) perangkat pekon agar dapat
memberikan pelayanan prima kepada masyarakat di Pekon Blitarejo kecamatan Gadingrejo
kabupaten Tanggamus ?
2. Hambatan-hambatan apakah yang dialami optimalisasi tugas pokok dan fungsi (tupoksi) perangkat
pekon agar dapat memberikan pelayanan prima kepada masyarakat di pekon Blitarejo kecamatan
Gadingrejo kabupaten Tanggamus?
3. Bagaimana solusi yang dilakukan untuk mengatasi hambatan-hambatan dalam optimalisasi tugas
pokok dan fungsi (tupoksi) perangkat pekon agar dapat memberikan pelayanan prima kepada
masyarakat di pekon Blitarejo keccamatan Gadingrejo kabupaten Tanggamus?

C. Tujuan

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui upaya mengoptimalkan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) perangkat pekon agar
dapat memberikan pelayanan prima kepada masyarakat di Pekon Blitarejo kecamatan Gadingrejo
kabupaten Tanggamus
2. Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang dialami dalam optimalisasi tugas pokok dan fungsi
(tupoksi) perangkat pekon agar dapat memberikan pelayanan prima kepada masyarakat di pekon
Blitarejo kecamatan Gadingrejo kabupaten Tanggamus
3. Untuk mengetahui solusi yang dilakukan untuk mengatasi hambatan-hambatan dalam optimalisasi
tugas pokok dan fungsi (tupoksi) perangkat pekon agar dapat memberikan pelayanan prima kepada
masyarakat di pekon Blitarejo keccamatan Gadingrejo kabupaten Tanggamus


D. Manfaat yang Diharapkan

Manfaat yang diharapkan dalam penulisan karya tulis ilmiah ini antara lain :
1 Dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka optimalisasi tugas pokok dan fungsi
(tupoksi) perangkat pekon agar dapat memberikan pelayanan prima kepada masyarakat khususnya
bagi masyarakat Pekon Blitarejo kecamatan Gadingrejo kabupaten Tanggamus.
2 Menambah pengetahuan dan wawasan, terutama bagi penulis tentang optimalisasi tugas pokok dan
fungsi (tupoksi) perangkat pekon dalam rangka memberikan pelayanan prima kepada masyarakat
Pekon Blitarejo .
3 Dapat memberikan gambaran kepada pemerintah daerah maupun pemerintah pusat bagaimana keadaan
pemerintahan Pekon, terutama pemerintahan pekon Blitarejo kecamatan Gadingrejo kabupaten
Tanggamus.




BAB II
LANDASAN TEORI


A. Pengertian Optimalisasi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), bahwa optimalisasi berasal dari kata optimal artinya terbaik atau tertinggi. Mengoptimalkan berarti menjadikan paling baik atau paling tinggi. Sedangkan optimalisasi adalah proses mengoptimalkan sesuatu, dengan kata lain proses menjadikan sesuatu menjadi paling baik atau paling tinggi (1990:682). Jadi, optimalisasi adalah suatu proses mengopimalkan sesuatu atau proses menjadikan sesuatu menjadi paling baik.

B. Pengertian Pekon
Pekon atau yang lebih kita kenal dengan nama desa, menurut definisi universal, adalah sebuah aglomerasi permukiman di area pedesaan. Di Indonesia, istilah Desa adalah pembagian wilayah administratif di bawah kecamatan, yang dipimpin oleh Kepala Desa.
Desa berasal dari kata Deshi dari bahasa Sanskerta yang berarti tanah kelahiran atau tanah tumpah darah. Desa merupakan suatu bentuk kesatuan yang berada di luar kota. Pengertian Desa itu sendiri adalah unit pemusatan penduduk yang bercorak agraris dan terletak relatif jauh dari kota (Wikipedia Ensklopedi Berbahasa Indonesia).
Sutarjo Kartohadikusumo mendefinisikan Desa sebagai suatu kesatuan hukum tempat tinggal suatu masyarakat yang berkuasa mengadakan pemerintahan sendiri. (Wikipedia Ensklopedi Berbahasa Indonesia) Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2005 tentang desa, disebut bahwa:
Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Desa bukanlah bawahan kecamatan, karena kecamatan merupakan bagian dari perangkat daerah kabupaten/kota, dan Desa bukan merupakan bagian dari perangkat daerah. Berbeda dengan Kelurahan, Desa memiliki hak mengatur wilayahnya lebih luas. Namun dalam perkembangannya, sebuah Desa dapat ditingkatkan statusnya menjadi kelurahan.

Kemudian, mengenai penyebutan istilah desa dan atau nama lainnya dijelaskan sebagai berikut:
Sejak diberlakukannya otonomi daerah Istilah desa dapat disebut dengan nama lain, misalnya di Sumatera Barat disebut dengan istilah nagari, dan di Papua disebut dengan istilah kampung. Begitu pula segala istilah dan institusi di desa dapat disebut dengan nama lain sesuai dengan karakteristik adat istiadat Desa tersebut. Hal ini merupakan salah satu pengakuan dan penghormatan Pemerintah terhadap asal usul dan adat istiadat setempat. (Wikipedia Ensklopedi Berbahasa Indonesia)

Berdasarkan pendapat di atas, dapat diambil pengertian bahwa Desa atau nama linnya Pekon, adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah Camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pekon bukanlah bawahan kecamatan, karena kecamatan merupakan bagian dari perangkat daerah kabupaten/kota, dan Pekon bukan merupakan bagian dari perangkat daerah. Berbeda dengan Kelurahan, Pekon memiliki hak mengatur wilayahnya lebih luas. Namun dalam perkembangannya, sebuah Pekon atau Desa dapat ditingkatkan statusnya menjadi kelurahan.

C. Tupoksi Perangkat Pekon

Tupoksi adalah tugas pokok dan fungsi yang harus dipahami dan dilaksanakan oleh perangkat pekon sesuai dengan bidang yang menjadi tanggung jawabnya dalam struktur organisasi pemerintahan pekon.

Menurut UU No.22 tahun 1999 yang diperbaharui dengan UU No.32 tahun 2004 tentang Tupoksi perangkat desa atau pekon dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Kepala desa/ kepala pekon tupoksinya adalah mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya
yang dipertanggungjawabkan kepada rakyat desa dengan prosedur pertanggungjawaban disampaikan
kepada Bupati atau Walikota melalui Camat.
2. Sekertaris Desa atau menurut UU No. 32 tahun 2004 disebut Juru Tulis, memiliki tugas
membantu kepala desa dalam melaksanakan tugas-tugas administrasi
3. Kepala Urusan (KAUR) yaitu, KAUR Umum bertugas mengontrol kegiatan di pekon
4. KAUR Pembangunan bertugas mensukseskan program pembangunan di pekon, baik pembangunan fisik
maupun nonfisik
5. KAUR Pemerintahan bertugas melakukan pendataan penduduk, penataan data kependudukan dan
masalah administrasi tentang penduduk
6. KAUR Keuangan bertugas mengurus masalah keuangan pekon terutama mengenai masalah pembiayaan
pengelolaan desa
7. KAUR Kesra bertugas mengurus masalah kesejahteraan warga masyarakat pekon, terutama masalah
kesejahteraan masyarakat miskin juga mengurus pembagian bantuan yang ditujukan kepada
masyarakat miskin seperti, dana JPS, dana BLT maupun Raskin.
8. Kepala-kepala Dusun, tugasnya antara lain adalah membantu kepala desa/ pekon untuk mengatasi
masalah kriminal, masalah keluarga dan pendataan Gakin.

D. Pelayanan Prima

Dwianto Indiahono dalam buku Reformasi ”Birokrasi Amplop” Mungkinkah? (2006:55) mengatakan bahwa Pelayanan prima pada hakekatnya adalah memberikan warga negara hak yang harus diterimanya. Warga negara berhak mendapatkan pendidikan layak, kesehatan serta rasa aman ........

Dari pendapat di atas dalam kaitannya dengan pemerintahan pekon, dapat diambil pengertian bahwa pelayanan prima adalah memberikan warga masyarakat hak yang harus diterimanya secara adil oleh perangkat pekon sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing dalam struktur pemerintahan, yang dalam hal ini pemerintahan desa atau pekon.



BAB III
METODOLOGI PENELITIAN


A. Subjek Penelitian

Adapun yang menjadi subyek penelitian ini adalah perangkat Pekon Blitarejo Kecamatan Gadingrejo Kabupaten Tanggamus Propinsi Lampung, yang terdiri dari:
1. Kepala Pekon Blitarejo Kecamatan Gadingrejo Kabupaten Tanggamus
2. Juru Tulis
3. Kepala Urusan Pemerintahan
4. Kepala Urusan Pembangunan
5. Kepala Urusan Kesra
6. Kepala Urusan Umum
7. Kepala Urusan Keuangan

B. Data dan Sumber Data

Data yang penulis sajikan merupakan data yang bersifat kualitatif, yaitu data tentang optimalisasi tugas pokok dan fungsi perangkat pekon dalam memberikan pelayanan prima kepada masyarakat. Data-data tersebut bersumber dari kepala pekon, beberapa perangkat pekon, kepala-kepala dusun di pekon Blitarejo kecamatan Gadingrejo kabupaten Tanggamus.


C. Cara Pengumpulan Data dan Analisis Data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara pengamatan langsung ke lokasi penelitian (observasi), melalui dokumentasi yang ada di kantor kepala pekon, dan wawancara dengan berbagai pihak yang berkepentingan di pekon Blitarejo kecamatan Gadingrejo kabupaten Tanggamus.

Data yang diperoleh dari hasil pengumpulan data, dianalisis dengan cara deskriptif kualitatif, yaitu suatu analisis data yang dilakukan dengan memberikan gambaran umum secara kualitas tentang hasil penelitian.

D. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Pekon Blitarejo, Kecamatan Gadingrejo, Kabupaten Tanggamus, Lampung. selama 4 hari mulai dari tanggal 19 Juni 2007 s.d tanggal 22 Juni 2007.




BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi

1. Sejarah dan Batas Wilayah

Pekon Blitarejo, Kecamatan Gadingrejo, Kabupaten Tanggamus merupakan wilayah pemukiman warga transmigrasi dari daerah JawaTimur. Nama pekon ini pun diambil dari nama salah satu daerah yang ada di Jawa Timur, dengan luas wilayah ± 400.000 m2. Pekon ini memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:
o Sebelah barat berbatasan dengan Pringsewu dan Ambarawa.
o Sebelah utara berbatasan dengan Pekon Panjerejo.
o Sebelah timur berbatasan dengan Pekon Wates dan Lampung Selatan.
o Sebelah selatan berbatasan dengan Parerejo.
Jumlah penduduk Pekon Blitarejo sebanyak 2597 jiwa.

2. Struktur Pemerintahan

Pekon Blitarejo kecamatan Gadingrejo kabupaten Tanggamus tahun 2007 memiliki dua dusun , yaitu dusun 1 dan dusun 2 yang terdiri dari dua belas RT, masing-masing dipimpin oleh satu kepala dusun dan ketua RT.
Adapun struktur organisasi pemerintahannya adalah seperti terlihat pada gambar 1 sebagai berikut:

Gambar 1 : Struktur Pemerintahan


STRUKTUR PEMERINTAHAN
PEKON BLITAREJO KECAMAAN GADINGREJO KAB. TANGGAMUS



3. Aspek Ekonomi, Pendidikan, Pertahanan dan Keamanan

Pada pekon Blitarejo kecamatan Gadingrejo kabupaten Tanggamus tahun 2007 masih banyak aspek yang membutuhkan perhatian lebih dari pemerintah daerah, antara lain:

a. Aspek Ekonomi
Jumlah penerima raskin Pekon Blitarejo ini mencapai 358 Kepala Keluarga (52,49 %.) dari 682 Kepala Keluarga. Warga pekon Blitarejo bermata pencaharian bertani. (50%), sebagian besar mereka hanya menggarap lahan pertanian orang lain sebagai buruh tani. Untuk memperoleh tambahan penghasilan memenuhi kebutuhan keluarga, mereka membuka usaha mobiler.

b. Aspek Pendidikan
Dilihat dari aspek pendidikan, sebagaian besar warga masyarakatnya hanya lulusan SD atau SMP. Sedangkan keuangan pekon yang digunakan untuk mendanai penyelenggaraan pemerintahan pekon dan pemberdayaan masyarakat pekon tidak mencukupi dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat pekon. Tentu saja bukan hanya untuk program pengentasan kemiskinan, tetapi juga untuk merealisasikan aspirasi masyarakat baik pembangunan fisik maupun nonfisik.

c. Bidang Pertahanan dan Keamanan
Dukungan masyarakat dalam upaya pertahanan dan keamanan masih kurang, seperti dalam dalam pengentasan miras, semua warung diundang untuk musyawarah. Dari 50 warung hanya 5 warung atau sekitar 10 % yang turut berpartisipasi.

B. Hasil Pengamatan

1. Usaha-usaha optimalisasi tupoksi perangkat pekon dalam memberikan pelayanan prima kepada
masyarakat

Dari wawancara yang penulis lakukan dengan kepala pekon, diketahui usaha-usaha yang dilakukan oleh pemerintah pekon Blitarejo kecamatan Gadingrejo kabupaten Tanggamus dalam rangka optimalisasi Tupoksi perangkatnya untuk memberikan pelayanan prima kepada masyarakat, seperti terlihat pada tabel berikut.

Tabel 1: Usaha-usaha Optimalisasi Tupoksi Perangkat Pekon serta Pelayanan yang telah dilakukan kepada Masyarakat di Pekon Blitarejo Kecamatan Gadingrejo Tanggamus Lampung Tahun 2007

No. Jabatan Tupoksi Pelayanan Yang Telah Diberikan Usaha-usaha Optimalisasi
1. Kepala Pekon Mengkoordinir dan mengatur Tupoksi seluruh perangkatnya Mengurus ke- pentingan seluruh warga masyarakat dengan bantuan seluruh perangkat yang ada
- Kepala pekon turun tangan secara langsung dan menjadikan dirinya sebagai contoh bagi perangkat-perangkatnya

- Kepala pekon membuat kesepakatan dengan para perangkatnya untuk melaksanakan sistem kerja On Line

- Para perangkat bekerjasama dengan BHP sebagai sarana independen masyarakat untuk mengontrol kinerja para perangkat pekon

- Para perangkat mengadakan rapat terbuka dengan masyarakat setiap kali akan melaksanakan program pekon, terutama program pembangunan
2. Juru Tulis Membantu kepala desa dalam melaksanakan tugas-tugas administrasi
Mewakili atau menggantikan tugas kepala pekon bila sedang tidak ada ditempat
3. KAUR Umum Mengontrol kegiatan di pekon Mengontrol semua kegiatan yang sedang di lakukan di pekon

4. KAUR Pembangunan Mensukseskan program pembangunan di pekon, baik pembangunan fisik maupun nonfisik Pembangunan fisik seperti :
pengerasan dan pembangunan jalan, pembangunan gorong-gorong, pembuatan talut, perbaikan sarana irigasi dll

5. KAUR Pemerintahan Melakukan pendataan penduduk, penataan data kependudukan dan masalah administrasi tentang penduduk
Melakukan pendataan penduduk mengenai penduduk yang lahir dan meninggal
6. KAUR Keuangan Mengurus masa- lah keuangan pekon terutama mengenai masa- lah pembiayaan pengelolaan desa, baik yang berupa uang maupun barang lainnya
Mengelola bantuan yang didapat baik dari LSM, Pemda maupun Pemerintah Pusat
7. KAUR Kesra Mengurus masalah kesejahteraan warga masyarakat pekon, terutama masalah kesejahteraan masyarakat miskin juga mengurus pembagian bantuan yang ditujukan kepada masyarakat miskin seperti, dana JPS, dana BLT maupun Raskin. Menyalurkan dana bantuan yang diperuntukkan bagi masyarakat miskin

Sumber: Dokumentasi dan hasil wawancara dengan Kepala Pekon dan Beberapa
Perangkatnya tanggal 19 Juni s.d 20 Juni 2007


2. Hambatan-hambatan optimalisasi tupoksi perangkat pekon dalam memberikan pelayanan prima kepada masyarakat

Dari wawancara yang penulis lakukan dengan kepala pekon, diketahui beberapa hambatan yang dihadapi oleh pemerintah pekon Blitarejo kecamatan Gadingrejo kabupaten Tanggamus dalam rangka optimalisasi Tupoksi perangkatnya untuk memberikan pelayanan prima kepada masyarakat, yaitu:

a. Tingkat pendidikan perangkat pekon yang masih relatif rendah

Masalah tingkat pendidikan termasuk hambatan utama dalam optimalisasi tugas pokok dan fungsi perangkat pekon agar dapat memberikan pelayanan prima kepada masyarakat di pekon Dilihat dari tingkat pendidikannya perangkat pekon Blitarejo kecamatan Gadingrejo kabupaten Tanggamus.masih belum memadai untuk dapa memberikan pelayanan prima kepada masyarakatnya, seperti terlihat pada tabel 2 berikut ini.


Tabel 2: Tingkat Pendidikan Perangkat Pekon Blitarejo Kecamatan Gadingrejo Tanggamus Lampung Tahun 2007

No. Jabatan Tingkat Pendidikan
1. Kepala Pekon SMA
2. Juru Tulis SPG
3. KAUR Umum SD
4. KAUR Pembangunan SD
5. KAUR Pemerintahan SMEA
6. KAUR Keuangan SD
7. KAUR Kesra SD

Sumber: Hasil wawancara dengan Kepala Pekon tanggal 19 Juni 2007


b. Kondisi ekonomi perangkat maupun warga yang masih kurang

Dari hasil wawancara dengan kepala pekon Blitarejo Kecamatan Gadingrejo diketahui bahwa kondisi ekonomi atau mata pencaharian perangkat dan warga masyarakat ikut menentukan dalam pembangunan. Demikian juga dalam rangka optimalisasi tugas pokok dan fungsi perangkat pekon agar dapat memberikan memberikan pelayanan prima kepada masyarakat, kondisi ekonomi yang dapat menjadi penghambat tampak pada tabel 3 berikut:

Tabel 3: Kondisi ekonomi perangkat dan warga pekon Blitarejo kecamatan Gadingrejo kabupaten Tanggamus Lampung tahun 2007

No. Klasifikasi Pekerjaan Jumlah (dalam persen)
1. Pegawai (Negeri/Swasta) 5
2. Petani pemilik 20
3. Petani penggarap (Buruh Tani) 75

Sumber: Hasil wawancara dengan Kepala Pekon dan Beberapa Perangkatnya
tanggal 20 Juni 2007



c. Kesejahteraan perangkat pekon yang masih minim

Dari hasil wawancara dengan kepala pekon Blitarejo Kecamatan Gadingrejo kabupaten Tanggaamus, diketahui bahwa tingkat kesejahteraan yang dapat menjadi faktor penghambat untuk optimalisasi tugas pokok dan fungsi perangkat pekon dalam memberikan pelayanan prima kepada masyarakat di pekon Blitarejo kecamatan Gadingrejo kabupaten Tanggamus, seperti terlihat pada tabel 4 sebagai berikut :

Tabel 4: Tingkat kesejahteraan perangkat pekon Blitarejo kecamatan Gadingrejo kabupaten Tanggamus Lampung tahun 2007

No. Jabatan Jumlah Tunjangan Per Bulan (dalam RP)
1. Kepala Pekon 800.000
2. Juru Tulis 300.000
3. Kepala-kepala Urusan 150.000

Sumber: Hasil wawancara dengan Kepala Pekon dan Beberapa Perangkatnya
tanggal 20 Juni 2007


d. Kurangnya dukungan warga masyarakat dalam pelaksanaan Tupoksi perangkat pekon

Dari hasil wawancara dengan perangkat pekon Blitarejo kecamatan Gadingrejo kabupaten Tanggamus, diketahui pula bahwa dukungan warga masyarakat sangat penting artinya dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi perangkat pekon di pekon Blitarejo kecamatan Gadingrejo kabupaten Tanggamus, seperti tampak pada tabel sebagai berikut:

Tabel 5: Dukungan warga masyarakat dalam pelaksanaan Tupoksi perangkat pekon Blitarejo kecamatan Gadingrejo kabupaten Tanggamus Lampung tahun 2007

No. Contoh Kegiatan sebagai Realisasi Tupoksi Perangkat Pekon Dukungan Masyarakat
1. Bidang keamanan (Siskamling, Miras) Kurang
2. Bidang pemerintahan (Mekanisme kepemimpinan) Kurang
3. Bidang Pembangunan ( Fisik) Kurang

Sumber: Hasil wawancara dengan Kepala Pekon dan Beberapa Kaur tanggal 20
Juni s.d 22 Juni 2007



2. Solusi yang Diupayakan Pemerintah Pekon Blitarejo Dalam Mengatasi Hambatan-Hambatan tersebut


Dari hasil wawancara dengan perangkat-perangkat pekon Blitarejo kecamatan Gadingrejo kabupaten Tanggamus, diketahui solusi yang telah diupayakan untuk mengatasi hambatan-hambatan dalam mengoptimalkan tugas pokok dan fungsi perangkatnya agar dapat memberikan pelayanan prima kepada masyarakat sebagaimana terlihat pada tabel 6 sebagai berikut:

Tabel 6:Solusi mengatasi hambatan optimalisasi tugas pokok dan fungsi perangkat pekon dalam memberikan pelayanan prima kepada masyarakat di pekon Blitarejo kecamatan Gadingrejo kabupaten Tanggamus

No. Hambatan Solusi
1. Tingkat pendidikan perangkat pekon yang masih relatif rendah Kepala Pekon melanjutkan kuliah
2. Kondisi ekonomi perangkat maupun warga yang masih kurang - Bekerjasama dengan LSM Bina Lestari untuk memperoleh bantuan
- Mengupayakan dana stimulan
- Mengupayakan bantuan Raskin
3. Kesejahteraan perangkat pekon yang masih minim Menetapkan jam kerja yang hanya dua hari untuk memberi kesempatan perangkat mencari kerja sampingan
4. Kurangnya dukungan warga masyarakat dalam pelaksanaan Tupoksi perangkat pekon Mengadakan penyuluhan melalui pengajian-pengajian yang oleh masing-masing RT diantaranya pengajian ibu-ibu yang diadakan setiap hari Jumat, pengajian rutin setiap malam jumat dan malam Senin serta pertemuan risma

Sumber: Hasil wawancara dengan Kepala Pekon tanggal 22 Juni 2007



C. Pembahasan

Berdasarkan hasil pengamatan, wawancara dan dokumentasi seperti tersebut di atas, dapat dibahas permasalahan penelitian ini sebagai berikut:

1. Usaha-Usaha yang Dilakukan

Berdasarkan tabel 1 di atas, dapat diambil pengertian bahwa pemerintah pekon Blitarejo telah berusaha melakukan optimalisasi Tupoksi para perangkatnya dengan cara:
a. Kepala pekon Turun tangan secara langsung dan menjadikan dirinya sebagai contoh bagi perangkat-perangkatnya. Artinya, kepala pekon membimbing langsung semua perangkatnya dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya.. Jadi Kepala Pekon tidak hanya memberikan teorinya saja tetapi langsung prakteknya dilapangan. Hal ini merupakan peristiwa yang jarang terjadi, sekaligus keteladanan yang perlu ditiru semua pihak, sebab jarang sekali ditemui keteladanan yang dimulai dari tingkat bawah. Selama ini dikenal dan membudaya sistem kepemerintahan dengan keteladanan yang bersifat topdown. Oleh karena itu, merupakan suatu hal yang luar biasa bentuk keteladanan yang telah dilakukan oleh kepala pekon Blitarejo tersebut, mengingat segala keterbatasan yang dimilikinya.

b. Kepala pekon membuat kesepakatan dengan para perangkatnya untuk melaksanakan sistem kerja On Line dalam melayani masyarakat secara prima.
Dwiyanto Indiahono dalam buku Reformasi ”Birokrasi Amplop” Mungkinkah? (2006:55) mengatakan bahwa “Pelayanan prima pada hakekatnya adalah memberikan warga negara hak yang harus diterimanya. Warga negara berhak mendapatkan pendidikan layak, kesehatan serta rasa aman .......”. Sedangkan kepala Pekon Blitarejo berpendapat bahwa pelayanan prima adalah pelayanan yang setiap saat dapat diberikan kapan pun dan dimana pun. Misalnya yang telah dilakukan adalah melayani masyarakat dalam kepengurusan KTP/ KTP sementara, kartu keluarga, surat nikah, surat jalan, surat pindah, surat cerai talak, surat jual beli maupun surat-surat penting lainnya. Pelayanan ini diberikan kepada masyarakat secara On Line, sekalipun kantor pekon hanya buka selama 2 hari dalam satu minggu. On Line yang dimaksud adalah setiap perangkat pekon selalu siap memberikan pelayanan yang dibutuhkan oleh masyarakat dengan cara menggunakan rumah-rumah mereka sebagai kantor kedua pada saat mereka berada di luar jam kerja yang hanya 2 hari tersebut.

Upaya menjadikan rumah-rumah para perangkat sebagai kantor kedua dalam sistem On Line karena kondisi kantor kepala pekon benar-benar tidak layak lagi untuk digunakan, merupakan hal yang patut dibanggakan. Upaya menjemput bola seperti ini sulit sekali untuk dilakukan dalam kondisi sarana dan prasarana yang sangat terbatas.

Namun demikian pelayanan yang telah dilakukan oleh perangkat pekon akan dapat lebih maksimal apabila jam kerja para perangkat bisa di tambah dari 2 hari dalam seminggu menjadi minimal 5 hari dalam seminggu. Hal ini tidak hanya membuat para perangkat dapat bekerja lebih maksimal tetapi sekaligus dapat mengatasi penggunaan rumah sebagai kantor ke dua, sehingga dalam melaksanakan fungsinya sebagai kepala keluarga para perangkat pekon tidak terganggu oleh urusan pelayanan terhadap masyarakat. Tentunya hal ini memerlukan campur tangan pemerintah yang lebih tinggi dalam hal ini kabupaten untuk membantu perbaikan sarana prasarana, terutama perbaikan kantor kepala pekon agar layak untuk digunakan. Dengan demikian para perangkat akan merasa nyaman bekerja, demikian juga halnya dengan masyarakat yang dilayaninya.

c. Para perangkat bekerjasama dengan BHP sebagai sarana independen masyarakat untuk mengontrol kinerja para perangkat pekon

BHP adalah Badan Himpunan Pamong praja yang mempunyai sifat independen, sehingga dapat diajak bekerjasama oleh para perangkat pekon untuk memberdayakan masyarakat dalam menyalurkan aspirasi mereka untuk mengkritisi kinerja perangkat pekon. Ini merupakan salah satu wujud/ bentuk dari proses demokratisasi. Akan tetapi, menurut hemat penulis akan lebih bermakna apabila BHP sebagai lembaga yang bekerja sama dengan perangkat pekon, tidak hanya terbatas pada pemberdayaan masyarakat dalam menyalurkan aspirasi untuk memberikan kritik dan saran terhadap kinerja perangkat pekon, tetapi juga mengajak masyarakat untuk ikut mengoptimalkan tupoksi perangkat pekon dengan memberikan dukungan dan kerjasama yang baik di bidang lain, sehingga program-program perangkat pekon dapat berjalan. Dengan demikian dimungkinkan pemerintah daerah/ pemerintah pusat akan tertarik memberikan bantuannya lebih dari yang selama ini mereka terima, baik yang bersifat moril maupun materiil.

d. Para perangkat mengadakan rapat terbuka dengan masyarakat setiap kali akan melaksanakan program pekon, terutama program pembangunan. Ini merupakan bentuk usaha yang mengarah kepada terciptanya keterbukaan/ transparansi para perangkat terhadap warga masyarakat yang dipimpinnya, sekaligus melatih mereka untuk hidup secara demokratis. Dengan demikian secara tidak langsung warga masyarakat telah diajari untuk berbuat bijaksana, berjiwa besar, tidak prasangka dan yang lebih penting dapat menghargai orang lain. Ini akan menjadi kunci yang tidak ternilai untuk mewujudkan persatuan warga, sehingga dapat membantu upaya pengembangan pekon secara lebih luas, tidak terbatas pada pelaksanaan program pembangunan saja, apalagi hanya terbatas pada pembangunan bersifat fisik.

Hal di atas terlihat dari pelaksanaan kegiatan pekon yang mengacu pada kegiatan pembangunan seperti: pengerasan dan pembangunan jalan, pembangunan gorong-gorong, pembuatan talut, perbaikan sarana irigasi, pembangunan jembatan dan perencanaan pembuatan lapangan sepakbola.

Dari kenyataan di atas, akan lebih baik apabila ajang rapat terbuka tidak hanya membicarakan program pembangunan yang bersifat fisik, tetapi juga pembangunan non fisik, bahkan meluas pada bidang-bidang yang lain seperti pemerintahan, administrasi, kesehatan, pendidikan dan lain-lain.

2. Hambatan-hambatan

a. Masalah tingkat pendidikan perangkat pekon

Dalam memberikan pelayanan prima tentunya harus didukung perangkat-perangkat yang handal atau akuntabel, baik secara kuantitas maupun kualitas. Namun pada kenyataannya terlihat pada tabel 2 diatas, tingkat pendidikan rata-rata perangkat pekon masih relatif rendah. Akibatnya Kepala Pekon harus bekerja ekstra dalam mensukseskan semua program yang telah dibuat. Selain itu tidak dapat membagi tugas dengan baik sehingga terkadang Kepala Pekon yang harus mengerjakan tugas-tugas perangkat pekon yang lain sendiri dan penyusunan program kerja juga belum terperinci. Hal ini terkait dengan pola pikir perangkat pekon yang lambat sehubungan dengan pendidikan perangkat pekon yang masih relatif rendah tersebut.

Rendahnya tingkat pendidikan para perangkat pekon tidak lepas dari kondisi mereka yang serba terbatas baik secara sosial budaya maupun secara ekonomi. Secara sosial budaya, mereka terwarisi pemikiran dan kebiasaan orang tuanya maupun lingkungan masyarakat kampung yang umumnya beranggapan bahwa penddikan tidak menjamin seseorang untuk hidup sejahtera/ bahagia, sebab kebahagiaan bagi mereka diukur dengan materi. Sedangkan secara ekonomi mereka rata-rata tergolong ekonomi lemah/ kurang, terbukti dari banyaknya gakin, sehingga tidak mungkin dapat menempuh pendidikan yang cukup layak.

Kenyataan inilah yang menjadi salah satu hambatan dalam pelaksanaan program kerja para perangkat dalam menjalankan Tupoksinya. Misalnya saja pelaksanaan program pembangunan yang terpaksa dilakukan secara spontan/ tidak terprogram secara rinci, artinya pemerintah pekon hanya melihat aspek-aspek apa saja yang perlu dibangun tanpa menetapkan suatu target pencapaian. Hal-hal seperti ini tentu sangat disayangkan, menimbang bahwa pemerintahan pekon adalah suatu organisasi yang cukup kompleks.

b. Masalah ekonomi perangkat pekon dan warga masyarakat

Menurut Kepala Pekon dan beberapa perangkatnya selain masalah faktor pendidikan yang tidak kalah penting untuk diperhatikan adalah faktor ekonomi. Seperti terlihat pada tabel 3 di penyajian data bahwa 75% warga Blitarejo kategori pekerjaannya adalah sebagai petani penggarap/ buruh tani. Hal ini dapat diartikan bahwa mayoritas penduduknya berekonomi lemah/ kurang, sebab hanya kerja sebagai buruh.

Akibat dari hal di atas, untuk mencari perangkat pekon di Pekon Blitarejo ini sangat sulit, terbukti dengan hasil wawancara penulis dengan perangkat pekon bahwa pemerintahan pekon sempat vakum dua tahun, karena tidak ada yang mau menjadi perangkat pekon. Sebab menurut sebagian besar masyarakat menjadi perangkat pekon tidak ada untungnya jika dipandang dari segi ekonomi. Apalagi semua penduduk tidak mempunyai lahan pendapatan artinya penduduk yang mayoritas bermata pencaharian sebagai petani hanya mengerjakan lahan milik orang lain yang bukan hanya penduduk setempat. Dengan demikian sebagai petani mereka tidak dapat menjadi tuan rumah di lahan yang digarapnya.

Faktor ekonomi, selain mempersulit untuk mencari perangkat pekon tetapi juga mempengaruhi kedisiplinan waktu kerja para perangkat pekon. Terbukti dengan dipadatkan kembali hari kerja mereka dikantor yang hanya dua kali dalam seminggu sementara yang idealnya enam kali dalam seminggu. Namun demikian, selain kurang disiplinnya perangkat pekon juga karena masyarakat masih enggan memanfaatkan jam kerja di kantor, mengingat kondisi kantor yang tidak layak dan belum/ tidak terbiasa dengan pekerjaan tersebut.

c. Masalah kesejahteraan perangkat pekon

Dari tabel 4 tentang tingkat kesejahteraan perangkat pekon dapat dilihat bahwa tunjangan yang diberikan pemerintah kepada para perangkat belum sebanding dengan tugas dan tanggungjawab yang diembannya. Hal ini menurut beberapa perangkat pekon membuat mereka menjadi kurang motivasi untuk melaksanakan Tupoksinya. Mereka beranggapan tidak menguntungkan bekerja sepenuhnya menjadi perangkat pekon, karena hanya menyita waktu tanpa dapat mengatasi kebutuhan ekonomi keluarga. Mereka masih harus kerja sampingan untuk dapat menutup semua keperluan rumah tangganya.
d. Masalah dukungan masyarakat

Tabel 5 pada penyajian data, memperlihatkan bahwa dukungan warga masyarakat terhadap kegiatan para perangkat pekon dalam melaksanakan Tupoksinya juga masih kurang. Ini tidak hanya dalam kegiatan bidang keamanan tetapi juga bidang pemerintahan dan pembangunan.

Dalam bidang keamanan, ternyata kesadaran masyarakat masih kurang. terbukti dengan adanya jadwal ronda. tetapi tidak dilaksanakan karena masyarakat menganggap bahwa Pekon Blitarejo telah aman. Anggapan bahwa keamanan pekon yang sudah terjamin membuat masyarakat melupakan tanggung jawab untuk menjaga keamanan pekon. Hal-hal seperti ini justru dapat membuka peluang terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.

Seharusnya masyarakat pekon dan perangkat pekon menyadari bahwa pembuatan jadwal ronda sangat bermanfaat untuk mencegah terjadinya tindak kejahatan di Pekon Blitarejo. Perangkat pekon pun seharusnya menyadari bahwa untuk penjagaan keamanan pekon tak cukup hanya dengan menghimbau saja untuk selalu waspada di rumah masing-masing. Padahal keamanan pekon sangat mendukung jalannya kepemerintahan agar selalu kondusif.




3. Solusi yang Dilakukan


Dari tabel 6 pada penyajian data tampak bahwa Solusi yang Diupayakan Pemerintah Pekon Blitarejo Dalam Mengatasi Hambatan-Hambatan yang ada sudah cukup baik apabila dikaitkan dengan segala keterbatasan yang mereka miliki. Untuk lebih jelasnya dapat dipaparkan sebagai berikut:

1. Untuk mengatasi masalah tingkat pendidikan perangkat pekon yang masih rendah, kepala pekon berusaha menempuh pendidikan lebih lanjut (kuliah) dengan harapan dapat meningkatkan kinerjanya. Hal ini dilakukan ditengah-tengah tugasnya sebagai kepala pekon dan juga dengan biaya pribadi. Tentunya bukan hal yang mudah untuk dilakukan oleh setiap orang, kecuali bagi yang memiliki motivasi tinggi seperti kepala pekon tersebut.

Seyogyanya kenyataan tersebut di atas dapat menjadi rangsangan bagi pemerintah kabupaten untuk memberikan prioritas bantuan kepada pekon ini, sebab telah memiliki modal motivasi yang cukup tinggi untuk melakukan optimalisasi Tupoksi perangkat pekon di bidang pendidikan. Bantuan tersebut dapat dilakukan melalui berbagai hal, misalnya memberikan bea siswa untuk melanjutkan pendidikan bagi perangkat pekon secara keseluruhan dengan cara bertahap, hingga nantinya dicapai tingkat pendidikan tertentu sehingga layak menduduki jabatan sebagai perangkat pekon. Dalam jangka pendek dapat membantu dengan cara memberikan pelatihan-pelatihan kepada para perangkat, sehingga mereka dapat meningkatkan kinerjanya, walaupun tingkat pendidikannya belum meningkat.

2. Untuk mengatasi masalah ekonomi pemerintah pekon mengusahakan bekerjasama dengan sektor swasta, salah satunya adalah LSM Bina Lestari untuk memperoleh bantuan. Kucuran dana yang diberikan LSM tersebut terbilang cukup besar yaitu dengan total 10 M untuk masa 6 tahun dari tahun 2002-2008, yang diperuntukan kepada 500 Kepala Keluarga yang masuk dalam kategori rumah tangga miskin. Dana tersebut diberikan untuk penuntasan kemiskinan melalui peningkatan gizi anak balita, perahaban bangunan sekolah, pembuatan WC umum dan pemugaran rumah.
Selain itu dana bantuan juga dipergunakan untuk memberdayakan masyarakat melakukan usaha mobiler yang merata hampir disetiap rumah dan hasilnya dipergunakan untuk menambah penghasilan guna memenuhi kekurangan biaya hidup sehari-hari.

Melihat kenyataan ini, menurut pemikiran penulis penggunaan dana bantuan dari LSM Bina Lestari yang totalnya 10 Milyar untuk jangka 6 tahun, dengan peruntukan sebagaimana diuraikan di atas, akan lebih memotivasi pemerintah pekon meningkatkan kinerjanya apabila diimbangi dengan dana stimulan dari pemerintah daerah yang seimbang. Dana stimulan yang diberikan pemerintah daerah tiap akhir tahun yang berjumlah 20 juta dengan penggunaan untuk membangun lima belas gorong-gorong (pembangunan fisik), pemberdayaan pekon, dana operasional perangkat pekon, dana operasional kantor, BHP, PKK, organisasi pemuda, media masa dan untuk pembuatan proposal, belum seimbang dibandingkan dengan dana bantuan dari LSM Bina Lestari, sebab totalnya dalam 6 tahun hanya 120 juta. Hal ini merupakan perbandingan yang tidak seimbang, sehingga dapat menurunkan motivasi perangkat desa untuk meningkatkan kinerja sekaligus loyalitasnya terhadap pemerintah daerah, sebab merasa kurang dihargai dan diperhatikan.

Dalam penyampaian bantuan (raskin), pemerintah Pekon Blitarejo mengupayakan penyaluran seefektif mungkin dan berusaha membagikan kepada penduduk secara merata. Awalnya penerima raskin sebanyak 179 Kepala Keluarga dan masing-masing Kepala Keluarga mendapatkan 10 Kg. Namun karena ada kecemburuan sosial antar masyarakat yang menerima dan tidak menerima raskin. Maka disepakati pembagian raskin dikurangi per Kepala Keluarga dari 10 Kg menjadi 5 Kg. Namun yang menjadi prioritas utama tetap penerima jatah awal yang terdaftar di Badan Pusat Statistik (BPS).

3. Untuk mengatasi masalah kesejahteraan para perangkat pekon yang masih minim, pemerintah pekon sepakat menetapkan jam kerja yang hanya dua hari untuk memberi kesempatan perangkat mencari kerja sampingan. Selain hal ini dipakai dalam sistem pelayanan masyarakat secara On Line, cara ini juga cukup membantu para perangkat menambah penghasilan untuk mencukupi kebutuhannya karena punya waktu luang yang dapat digunakan.

Namun demikian, menurut penulis cara ini bukanlah cara yang ideal sebab dalam sistem On Line seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa konpensasi dari 2 hari kerja adalah para perangkat harus siap setiap saat melayani masyarakat dengan menggunakan rumahnya sebagai kantor kedua. Dengan demikian apabila waktu yang lain digunakan untuk mencari kerja sampingan otomatis akan menghambat pelaksanaan tugas dengan sistem On Line tersebut. Artinya solusi ini di satu sisi merugikan masyarakat yang membutuhkan pelayanan prima, tetapi di sisi lain menguntungkan para perangkat pekon.
Berdasarkan analisis tersebut, penulis memandang lebih efektif apabila solusi untuk mengatasi hambatan kesejahteraan para perangkat adalah dengan bantuan pemerintah kabupaten berupa perbaikan tunjangan atau melakukan usaha-usaha lain yang syah oleh segenap warga melalui kesepakatan bersama sehingga dapat meningkatkan tunjangan para perangkat pekon. Dengan demikian tidak ada yang dirugikan, sebab perangkat dapat melaksanakan Tupoksinya lebih optimal tanpa harus disibukkan dengan upaya kerja sampingan, sedangkan masyarakat memperoleh pelayanan dengan prima sesuai dengan harapan bersama.






BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan tersebut di atas, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Pemerintah Pekon sudah berupaya semaksimal mungkin untuk melayani masyarakat dengan prima meski belum memiliki perangkat yang kualifaif serta dukungan sarana dan prasarana yang juga masih sangat minim.
2. Tingkat pendidikan, kondisi ekonomi, kesejahteraan dan dukungan masyarakat yang masih relatif kurang ternyata dapat mempengaruhi kinerja perangkat pekon yang menyebabkan Kepala Pekon harus bekerja ekstra.
3. Solusi mengatasi hambatan yang dilakukan oleh pemerintah Pekon Blitarejo kecamatan Gadingrejo kabupaten Tanggamus dalam mengoptimalkan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) perangkat pekon sudah sangat baik meskipun dalam keadaan yang tidak kondusif.

B. Saran

Memperhatikan hasil pengamatan dan pembahasan serata kesimpulan tersebut di atas, maka dapal upaya memperbaiki kinerja pemerintahan dalam memberikan pelayanan prima kepada masyarakat, khususnya di pekon Blitarejo kecamatan Gadingrejo kabupaten Tanggamus, penulis memberikan saran-saran sebagai berikut:
1. Hendaknya pemerintah pekon Blitarejo kecamatan Gadingrejo kabupaten Tanggamus selalu berupaya meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan wawasannya melalui pendidikan dan pelatihan yang dilakukan oleh pemerintah daerah dan atau pusat serta menjalin komunikasi dan kerjasama dengan pihak swasrta, LSM dan lain sebagainya
1. Hendaknya pemerintah daerah/ pemerintah pusat lebih memperhatikan pekon Blitarejo kecamatan Gadingrejo kabupaten Tanggamus, sehingga perangkat pekon ini lebih termotivasi untuk meningkatkan kinerjanya melalui pendidikan dan pelatihan yang dilaksanakan secara priodik..
2. Pemerintah pusat dan atau daerah hendaknya lebih memperhatikan masalah kesejahteraan perangkat pekon agar kinerja perangkat pekon bisa lebih baik dalam memberikan pelayanan kepada masyarakatnya, terutama di pekon Blitarejo kecamatan Gadingrejo kabupaten Tanggamus.









DAFTAR PUSTAKA

Anwar,Desy. 2003. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Terbaru. Surabaya: Amelia.

Anwar,Desy. 2003. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan. Surabaya: Amelia.

Budiyanto. 1997. Dasar-Dasar Ilmu Tata Negara SMU Kelas 3. Jakarta: Erlangga.

http://id.wikipedia.org/wiki/Desa.

Tim Redaksi Lima Bintang. 2005.Undang Undang Otonomi Daerah.: Lima Bintang

Wiyati.2006.Pedoman Membuat Karya Tulis. Pringsewu: SMA 1 Press





LAMPIRAN 1

DAFTAR PERTANYAAN DALAM WAWANCARA PENULIS DENGAN PERANGKAT PEKON BLITAREJO KECAMATAN GADING REJO, TANGGAMUS.

 Untuk Kepala Desa :

1. Program apa saja yang ada ?
2. Program apakah yang sedang berjalan ?
3. Siapa sajakah perangkat desa itu ?
4. Apakah pendidikan perangkat desa ?
5. Adakah upaya untuk meningkatkan kualitas perangkat desa ?
6. Tupoksi dari perangkat desa ?
7. Siapa saja yang menjadi anggota dan ketua lembaga kemasyarakatan ?
8. Siapa saja anggota dan ketua BPD ?
9. Pelayanan apakah yang seharusnya diberikan para perangkat desa kepada masyarakat ?
10. Sejauh mana pelayanan yang diberikan perangkat desa kepada masyarakat?
11. Dalam pengelolaan desa, dari mana saja sumber dana didapat ?
12. Bagaimana cara pendataan masyarakat miskin di desa ini ?
13. Bagaimana teknis penyaluran bantuan yang diberikan kepada masyarakat ?
14. Kendala apa saja yang didapat dalam melayani masyarakat ?
15. Bagaimana cara mengatasi kendala-kendala tersebut ?

 Untuk Perangkat Desa :

1. Menurut anda tupoksi anda sebagai perangkat desa apa ?
2. Apa realisasi dari tupoksi anda sebagai perangkat desa ?
3. Bagaimana peran serta perangkat desa dalam mensukseskan program yang telah dibuat ?
4. Pelayanan apasaja yang telah anda berikan kepada masyarakat sebagai realisasi dari tupoksi anda sebagai perangkat desa ?
5. Sejauh ini apasaja kendala yang anda temui dalam menjalankan tupoksi anda sebagai perangkat desa ?
6. Bagaimana cara anda dalam mengatasi kendala tersebut ?

LAMPIRAN 2


DAFTAR NAMA-NAMA PERANGKAT PEKON BLITAREJO


No. Nama Jabatan Tingkat Pendidikan
1. Sarmin Kepala Pekon SMA
2. Samsudin Juru Tulis SPG
3. Muryono Kaur Pemerintahan SMEA
4. Turiman Kaur Pembangunan SD
5. Poniman Kaur Kesra SD
6. Atriatun Kaur Umum SD
7. Ngatmin Kaur Keuangan SD
Sumber: Dokumentasi Pekon Blitarejo

1 komentar:

Ahmad Abdul Haq mengatakan...

Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) adalah sasaran utama atau pekerjaan yang dibebankan kepada organisasi untuk dicapai dan dilakukan.
Lihat http://www.wikiapbn.org/wiki/index.php?title=Tugas_Pokok_dan_Fungsi

Posting Komentar