Tata tertib sekolah merupakan bentuk perwujudan dari norma-noma yang ada di masyarakat, baik norma kesopanan, norma hukum, norma agama, maupun norma kesusilaan. Yaitu merupakan peraturan yang harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh setiap komponen sekolah yang diaturnya.
ABSTRAK
Tata tertib sekolah merupakan bentuk perwujudan dari norma-noma yang ada di masyarakat, baik norma kesopanan, norma hukum, norma agama, maupun norma kesusilaan. Yaitu merupakan peraturan yang harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh setiap komponen sekolah yang diaturnya. Dengan adanya tata tertib sekolah diharapkan dapat terwujud sebuah keteraturan hidup di lingkungan sekolah, hingga tujuan mendasar dari sekolah sebagai sebuah lembaga pendidik dapat tercapai dengan baik. Untuk itu diperlukan komitmen dan tanggung jawab yang besar dari pelajar sebagai subjek utama dalam penegakan tata tertib yang ada.
Banyaknya pelanggaran yang terjadi terhadap tata tertib sekolah menunjukkan adanya gejala melemahnya tata tertib sekolah. Disinyalir dari berbagai media yang ada, salah satu penyebab pelajar banyak melakukan pelanggaran tata tertib adalah semakin gencarnya terpaan teknologi informasi terutama televisi dalam menayangkan program-programnya, salah satunya adalah program sinetron remaja yang begitu diminati oleh para pelajar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana persepsi pelajar SMA tentang sinetron remaja di televisi serta bagaimana pengaruh persepsi tersebut terhadap upaya penegakan tata tertib sekolah. Di samping itu, penulis juga ingin mengetahui solusi apa yang tepat untuk mengatasi melemahnya tata tertib di sekolah. Untuk mengumpulkan data penulis menggunakan metode observasi, wawancara, dokumentasi, studi pustaka dan kuesioner, sedangkan analisis datanya penulis menggunakan teknik deskriptif kualitatif .
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah, bahwa persepsi pelajar terhadap sinetron remaja ada yang negatif dan ada yang positif. Bagi pelajar yang memiliki persepsi positif terhadap sinetron remaja, mereka menganggap apa yang ditayangkan di sinetron remaja itu baik, sehingga mereka cenderung untuk meniru apa yang ditayangkan di sinetron remaja tersebut. Hal ini akan membawa pengaruh positif jika apa yang ditayangkan memang benar-benar positif. Namun sebaliknya akan membawa pengaruh negatif jika ternyata yang ditayangkan di sinetron tersebut sebenarnya hal yang bersifat negatif. Pengaruh negatif tersebut akan cenderung teraktualisasi dalam perilaku pelajar di sekolah, karena sekolah adalah tempat berkumpulnya seorang pelajar dengan pelajar yang lain. Hal ini akan menyebabkan upaya penegakan tata tertib sekolah menjadi lebih sulit, karena banyak pelajar yang terpengaruh oleh gaya hidup, gaya pakaian, maupun gaya bicara yang ditayangkan di sinetron-sinetron remaja, karena hal tersebut kebanyakan berlawanan dengan tata tertib yang berlaku di sekolah.
Solusi yang seharusnya ditempuh untuk mengatasi pengaruh negatif dari sinetron remaja terhadap upaya penegakan tata tertib sekolah adalah dengan melakukan kerja sama yang baik antara sekolah dengan pihak keluarga dari pelajar dalam memberikan pendidikan yang baik di rumah maupun di sekolah dan dengan penegasan sanksi terhadap pelanggaran yang terjadi sehingga menimbulkan efek jera bagi pelajar.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap negara pasti memiliki tujuan yang ingin dicapai berdasarkan nilai dan norma tertentu. Indonesia sebagai negara kesatuan juga memiliki tujuan yang tentunya akan diwujudkan berdasarkan nilai dan norma yang sesuai dengan ideologi bangsa. Menurut UUD 1945 beberapa norma yang diakui negara Indonesia adalah norma adat, agama, moral dan hukum. Norma adalah kaidah atau pedoman dalam mewujudkan suatu nilai ( Budiyanto, Kewarganegaraan untuk SMA Kelas X : 42 ).
Berdasarkan hal tersebut dapat diambil pengertian bahwa nilai dan norma tak ubahnya seperti dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Nilai dan norma secara bersama-sama mengatur kehidupan masyarakat dalam berbagai aspeknya demi terwujudnya suatu masyarakat yang ideal. Masyarakat ideal adalah suatu masyarakat yang harmonis, tenang dan tentram( R.R. Jay:1963 ). Untuk itulah setiap individu perlu memahami serta mematuhi norma-norma yang berlaku di lingkungan sosialnya dengan baik.
Namun pada kenyataannya saat ini banyak sekali masyarakat yang mulai tidak mengindahkan norma-norma yang berlaku di lingkungannya. Banyak kita lihat di berbagai media massa, baik media cetak maupun elektronik, bahwa pergaulan bebas (Free sex) sudah tidak lagi menjadi hal yang tabu, angka kriminalitas meningkat. Ironisnya hal tersebut tidak hanya terjadi di kota-kota besar saja, namun sudah meluas hampir di seluruhnya provinsi di Indonesia. Perkembangan teknologi, khususnya teknologi informasi yang mampu menyebarkan informasi secara cepat, serentak dan jangkauan yang sangat luas, mendorong terjadinya arus pertukaran informasi dengan sangat cepat pula. Pertukaran informasi budaya yang tidak tersaring dengan baik itulah yang menyebabkan norma-norma yang berlaku di masyarakat menjadi longgar. Demikian juga halnya yang terjadi di berbagai lingkungan sekolah.
Sesuai dengan hasil pengamatan yang penulis lakukan, menunjukkan bahwa sebagian besar pelajar telah cenderung meniru apa yang ditayangkan di televisi. Hal ini juga dipertegas dengan adanya berbagai berita di koran dan majalah ramaja saat ini. Banyak pelajar yang pergi ke sekolah dengan dandanan “nyentrik”. Dari sepatu hingga gaya rambut yang berwarna-warni, nge-genk, premanisme dan masih banyak lagi gaya hidup yang diadopsi dari berbagai sinetron remaja yang ditayangkan di televisi. Padahal sejatinya, hal-hal tersebut terkadang tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku, khususnya norma yang berlaku di sekolah yang diwujudkan dalam bentuk tata tertib sekolah. Tidak hanya itu, adegan-adegan kekerasan, seperti tawuran bahkan pergaulan bebas pun kerap dilakukan oleh para pelajar.
Seperti disebutkan dalam Lampung Post ( Rabu, 4 Januari 2006 ), sepanjang tahun 2005 tercatat ada 157 anak yang berkonflik dengan hukum. Yakni 23 kasus penganiayaan, 38 kasus pencurian, 11 kasus pencabulan, 11 kasus psikotropika, dan sisanya senjata tajam. Tindak pidana tersebut dilakukan oleh anak-anak usia sekolah, khususnya para pelajar SMA. Yakni 56 anak( 35,7%) usia 17 tahun, 46 anak( 29,3%) usia 16 tahun, 32 anak ( 20,4% ) usia 15 tahun, dan sisanya ( 0,6% ) anak usia 11 tahun. Disebutkan pula bahwa salah satu pemicu terjadinya masalah-masalah sosial tersebut adalah makin gencarnya terpaan media elektronik yang menayangkan siaran yang tidak mendidik, kontra produktif, dan cenderung menampilkan gaya hidup konsumtif.
Atas dasar hal-hal tersebut, penulis merasa sangat tertarik untuk mengangkat masalah persepsi para pelajar SMA di Kecamatan Pringsewu Kabupaten Tanggamus terhadap program televisi, khususnya acara sinetron remaja dan pengaruhnya terhadap upaya penegakan tata tertib di sekolah.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut:
1.2.1 Bagaimana persepsi pelajar SMA di Kecamatan Pringsewu terhadap program sinetron remaja di televisi ?
1.2.2 Bagaimana pengaruh persepsi pelajar SMA di Kecamatan Pringsewu tentang program sinetron remaja di televisi terhadap upaya penegakan tata tertib sekolah ?
1.2.3 Bagaimana solusi untuk mengatasi pengaruh negatif program sinetron remaja di televisi terhadap upaya penegakan tata tertib sekolah ?
1.3 Batasan Masalah
Dalam tulisan ini, masalah yang penulis bahas terbatas pada persepsi para pelajar SMA kelas X dan XI di Kecamatan Pringsewu, Kabupaten Tanggamus, Propinsi Lampung tahun 2007.
1.4 Tujuan
Penulisan karya ilmiah ini bertujuan untuk:
1.4.1 Mengetahui persepsi para pelajar SMA di Kecamatan Pringsewu terhadap acara sinetron remaja di televisi.
1.4.2 Mengetahui pengaruh persepsi pelajar SMA di Kecamatan Pringsewu tentang program sinetron remaja di televisi terhadap upaya penegakan tata tertib sekolah.
1.4.3 Mengetahui solusi untuk mengatasi pengaruh negatif program sinetron remaja di televisi terhadap upaya penegakan tata tertib sekolah.
1.5 Manfaat
Manfaat yang diharapkan dalam penulisan karya tulis ilmiah ini antara lain :
1.5.1 Dapat memberikan gambaran kepada pembaca bagaimana persepsi para pelajar SMA mengenai acara sinetron remaja di televisi.
1.5.2 Dapat menambah pengetahuan dan wawasan pembaca mengenai pengaruh teknologi informasi (televisi) terhadap norma yang berlaku di masyarakat pada umumnya, pelajar khususnya.
1.5.3 Sebagai bahan pertimbangan dalam menayangkan sebuah acara di televisi dalam rangka meningkatkan kualitas pelajar sebagai penontonnya, kaitannya dengan penegakan norma (tata tertib) di sekolah.
BAB II
LANDASAN TEORI
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi kedua, tahun 2000, yang dimaksud dengan norma adalah aturan atau ketentuan yang mengikat warga kelompok di masyarakat, dipakai sebagai panduan, tatanan dan kendalian tingkah laku yang sesuai dan berterima. Jadi dapat diambil pengertian bahwa norma adalah segala aturan yang harus dipatuhi.
Menurut Sujiyanto dan Muhlisin (Praktik Belajar Kewarganegaraan: 32), ada empat macam norma yang berlaku di Indonesia, yaitu:
Norma agama, merupakan suatu petunjuk hidup yang berasal dari Tuhan. Norma Kesusilaan, merupakan aturan yang berasal dari akhlak atau dari hati nurani sendiri tentang apa yang baik dan apa yang benar. Norma Kesopanan, merupakan peraturan hidup yang timbul dari pergaulan segolongan manusia yang dianggap sebagai tuntunan pergaulan sehari-hari sekelompok masyarakat. Norma Hukum, merupakan aturan hidup masyarakat yang dianut oleh masyarakat (negara) yang memiliki sanksi tegas bagi setiap orang yang melanggarnya.
Norma-norma tersebut berlaku juga di lingkungan sekolah. Sebagai sebuah lembaga pendidikan formal yang diharapkan dapat mencetak generasi-generasi penerus bangsa yang berkualitas, sekolah memiliki norma-norma tertentu untuk dipatuhi oleh seluruh komponen di dalamnya, termasuk diantaranya para pelajar. Norma-norma tersebut diwujudkan dalam bentuk tata tertib sekolah. Sama halnya dengan norma, tata tertib merupakan peraturan-peraturan yang harus ditaati atau dilaksanakan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, cetakan kedua, tahun 2000). Dibutuhkan sebuah komitmen dan rasa tanggungjawab yang besar dari pelajar untuk mematuhi tata tertib yang ada. Salah satu faktor dominan yang mempengaruhi hal tersebut adalah persepsi pelajar dalam memandang tata tertib yang berlaku di sekolahnya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, cetakan kedua, tahun 2000, persepsi merupakan tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu; serapan; perlu diteliti. Jadi persepsi memiliki peranan yang besar bagi pelajar dalam menentukan sikap. Jika persepsi mereka positif, tentunya mereka akan cenderung untuk melakukan sesuatu yang mereka anggap positif tersebut, dan sebaliknya jika persepsi mereka negatif maka mereka cenderung untuk tidak melakukan apa yang mereka anggap negatif.
Kaitannya dengan persepsi tentunya tidak akan terlepas juga dari hal-hal eksteren yang menjadi objek dari persepsi itu sendiri. Kemajuan teknologi informasi seperti televisi, menjadi salah satu objek persepsi pelajar yang dapat mempengaruhi kehidupan pelajar. Termasuk diantaranya program-program sinetron remaja yang ditayangkan di televisi. Penayangan sinetron remaja di televisi menimbulkan persepsi positif atau negatif pelajar yang menontonnya. Jika pelajar memiliki presepsi yang positif (mendukung; setuju) terhadap hal yang ditayangkan di televisi maka mereka akan cenderung untuk mengadopsinya. Hal tersebut akan membawa dampak positif jika yang ditayangkan di sinetron tersebut adalah hal-hal yang positif. Namun lain halnya jika yang ditayangkan adalah hal-hal negatif, seperti pergaulan bebas dalam kehidupan remaja, kekerasan maupun gaya hidup konsumtif dan glamour, maka mereka akan cenderung mengadopsi gaya hidup negatif itu dalam kehidupan, padahal hal tersebut tidak sesuai dengan tata tertib yang berlaku di sekolah.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Subjek Penelitian
Adapun yang menjadi subyek dalam penelitian ini adalah pelajar SMA kelas X dan XI yang ada di Kecamatan Pringsewu, Kabupaten Tanggamus, Lampung, yang berjumlah 2262 orang, terdiri dari:
Tabel 1 :
Subyek penelitian
No.
Nama Sekolah
Populasi Persentase
Sampel Jumlah
Sampel
1. SMA Negeri 1 Pringsewu 480 10% 48
2. SMA Negeri 3 Pringsewu 480 10% 48
3. SMA PGRI 2 Pringsewu 532 10% 54
4. SMA Muh Pringsewu 370 10% 37
5. SMA Xaverius Pringsewu 400 10% 40
Total 2262 227
Sumber: Dokumentasi Sekolah
Dari tabel di atas tampak bahwa jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 227 orang.
Pengambilan sampel dari populasi dilakukan dengan teknik proporsional random sampling.
3.1 Data dan Sumber Data
Data yang penulis sajikan merupakan data yang bersifat kuantitatif serta didukung oleh data-data yang bersifat kualitatif, karena pada dasarnya kedua kategori tersebut saling melengkapi ( Suharko, dkk. Pengantar Sosiologi 2: 149 ). Data-data tersebut bersumber dari hasil observasi, dokumentasi, kuesioner, studi pustaka serta wawancara dengan beberapa siswa dan guru di Kecamatan Pringsewu.
3.3 Cara Pengumpulan Data
Penulis mengumpulkan data dengan beberapa cara, yaitu:
3.3.1 Observasi langsung ke SMA-SMA yang ada di Kecamatan Pringsewu. Penulis menggunakan teknik observasi berstruktur, yakni mengamati aspek-aspek yang penulis teliti sesuai dengan tujuan penelitian.
3.3.2 Penulis mengedarkan formulir kuesioner/daftar pertanyaan yang diajukan secara tertulis kepada sampel pelajar SMA di Kecamatan Pringsewu.
Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh Masri Simarimbun, sering timbul pertanyaan berapa besar sampel (sampel zise) yang harus diambil untuk mendapatkan data yang representatif. Beberapa peneliti menyatakan bahwa besarnya sampel tidak boleh kurang dari 10% dan ada pula peneliti lain yang menyatakan bahwa besarnya minimum 5% dari jumlah satuan-satuan elementer (elementary units) dari populasi.
Atas dasar tersebut maka penulis mengambil sampel 10% dari jumlah siswa di tiap-tiap sekolah. Ada 227 siswa yang penulis jadikan sampel dari sekitar 2262 siswa SMA di Kecamatan Pringsewu.
3.3.3 Studi Pustaka. Penulis membaca beberapa buku yang penulis jadikan referensi untuk mendukung penulisan karya ilmiah ini.
3.3.4 Penulis melakukan wawancara dengan beberapa guru, waka kesiswaan, ketua OSIS, maupun siswa SMA yang ada di Kecamatan Pringsewu.
3.4 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan beberapa SMA yang ada di Kecamatan Pringsewu, Kabupaten Tanggamus, yaitu: SMA Negeri 1 Pringsewu, SMA Negeri 3 Pringsewu , SMA PGRI 2 Pringsewu, SMA Muhammadiyah Pringsewu dan SMA Xaverius Pringsewu sejak tanggal 13 Juni 2007 s.d. 20 Juni 2007
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Penyajian Data
Dari hasil observasi, kuesioner, wawancara dan dokumentasi penulis memperoleh data-data sebagai berikut:
4.1.1 Persepsi Pelajar SMA di Kecamatan Pringsewu Terhadap Program
Sinetron Remaja di Televisi
Dari hasil sebaran kuesioner tentang persepsi pelajar SMA di Kecamatan Pringsewu terhadap program sinetron remaja di televisi diketahui bahwa ternyata persepsi mereka berbeda satu sama lainnya seperti terlihat pada tabel berikut.
:
Tabel 2
Persepsi Pelajar SMA Negeri 1 Pringsewu Terhadap
Program Sinetron Remaja di Televisi
No Pernyataan Jumlah Prosentase
1. Suka menonton televisi
Tidak suka menonton televisi 47
1 97,90 %
2,10%
2. Program televisi yang paling sering di tonton adalah:
a. Sinetron
b. News
c. Reality show
* Tidak menjawab
20
15
10
3
41.67 %
31,25 %
20,83 %
6,25 %
3. Setuju dengan penayangan sinetron remaja di televisi
Tidak setuju
* Tidak menjawab 28
18
2 58,33 %
37,50 %
4, 17%
4. Persepsi tentang program sinetron remaja di televisi:
a. Positif
b. Negatif
* Tidak menjawab
13
30
5
27,08 %
62,50 %
10,42 %
Dari tabel 2 di atas tampak bahwa sebagian besar siswa di SMA Negeri 1 Pringsewu suka menonton televisi (97,90%) , hanya 2,10% saja yang tidak suka menonton televisi. Dapat dilihat pula bahwa program televisi yang paling sering ditonton adalah program sinetron, khususnya sinetron remaja (41,67%) . Program sinetron remaja mendapat sambutan yang baik dari para pelajar, karena 58,33% pelajar setuju dengan penayangan sinetron tersebut. Meskipun demikian persepsi pelajar terhadap sinetron yang mereka tonton tidak sama. Sebagian kecil berpresepsi positif (27,08%) namun sebagian besar yang lain berpresepsi negatif (62,50%). Dengan demikian, pelajar SMA Negeri 1 Pringsewu cenderung berpersepsi negatif terhadap sinetron remaja di televisi, sebab mereka beranggapan bahwa sinetron remaja itu cenderung menayangkan hal-hal yang bersifat negatif.
Tabel 3
Persepsi Pelajar SMA Negeri 3 Pringsewu Terhadap
Program Sinetron Remaja di Televisi
No Pernyataan Jumlah Prosentase
1. Suka menonton televisi
Tidak suka menonton televisi 45
3 93,75 %
6,25 %
2. Program televisi yang paling sering di tonton adalah:
a. Sinetron
b. News
c. Reality show
* Tidak menjawab
13
12
21
2
27,08 %
25 %
43,75 %
4,17 %
3. Setuju dengan penayangan sinetron remaja di televisi
Tidak setuju
* Tidak menjawab 41
5
2 85,42 %
10,42 %
4,16%
4. Persepsi tentang program sinetron remaja di televisi:
a. Positif
b. Negatif
28
20
58,30 %
41,70 %
Dari tabel 3 di atas diketahui bahwa siswa SMA Negeri 3 Pringsewu juga suka menonton televisi (93,75%). Meskipun banyak yang lebih memilih program reality show (43,75%) dibandingkan sinetron (27,08%) dan news (25%), akan tetapi mereka tetap setuju dengan penayangan sinetron remaja di televisi (85,42 %). Sebagian besar memiliki persepsi positif terhadap sinetron remaja (58,30%).dan sebagian kecil berpersepsi negatif (41,70%). Dengan demikian., persepsi pelajar SMA Negeri 3 Pringsewu terhadap program sinetron remaja di televisi cenderung positif.
Tabel 4
Persepsi Pelajar SMA PGRI 2 Pringsewu Terhadap
Program Sinetron Remaja di Televisi
No Pernyataan Jumlah Prosentase
1. Suka menonton televisi
Tidak suka menonton televisi 52
2 96,30 %
3,70 %
2. Program televisi yang paling sering di tonton adalah:
a. Sinetron
b. News
c. Reality show
* Tidak menjawab
29
13
11
1
53,70 %
24,07 %
20,37 %
1,85 %
3. Setuju dengan penayangan sinetron remaja di televisi
Tidak setuju
* Tidak menjawab 43
9
2 79,63 %
16,67 %
3,70 %
4. Persepsi tentang program sinetron remaja di televisi:
a. Positif
b. Negatif
* Tidak menjawab
30
19
5
55,56 %
35,18 %
9,26 %
Dari 532 siswa di SMA PGRI 2 Pringsewu ternyata 53,70 % diantaranya sangat gemar menonton program sinetron remaja di televisi. Sebagian besar dari mereka setuju dengan penayangan sinetron remaja di televisi (79,63%), persepsi yang positif juga ditunjukkan oleh sebagian besar pelajar di SMA tersebut (55,56 %). Dengan demikian, persepsi pelajar SMA PGRI 2 Pringsewu terhadap program sinetrion remaja di televisi cenderung positif.
Tabel 5
Persepsi Pelajar SMA Muhammadiyah Pringsewu Terhadap
Program Sinetron Remaja di Televisi
No Pernyataan Jumlah Prosentase
1. Suka menonton televisi
Tidak suka menonton televisi 36
1 97,30 %
2,70 %
2. Program televisi yang paling sering di tonton adalah:
a. Sinetron
b. News
c. Reality show
* Tidak menjawab
17
10
7
3
45,94 %
27,03 %
18,92 %
8,11 %
3. Setuju dengan penayangan sinetron remaja di televisi
Tidak setuju
* Tidak menjawab 19
15
3 51,35 %
40,54 %
8,11 %
4. Persepsi tentang program sinetron remaja di televisi:
a. Positif
b. Negatif
* Tidak menjawab
10
26
1
27,03 %
70,27 %
2,7 %
Berdasarkan tabel 5 di atas ternyata sinetron remaja masih menjadi tontonan kesukaan dari pada program lain yang ditayangkan di televisi. Hampir separuh dari siswa yang suka menonton televisi memilih sinetron remaja sebagai tontonan sehari-hari (45,94%). Tampak juga 51,35 % pelajar setuju dengan penayangan sinetron remaja tersebut. Meskipun demikian 70,27 % pelajar tetap memiliki persepsi negatif terhadap sinetron remaja yang mereka tonton. Jadi bisa diambil pengertian bahwa walaupun mereka suka menonton sinetron remaja di televisi, namun sesungguhnya mereka memiliki persepsi yang negatif dengan apa yang ditayangkan di sinetron itu sendiri.
Tabel 6
Persepsi Pelajar SMA Xaverius Pringsewu Terhadap
Program Sinetron Remaja di Televisi
No Pernyataan Jumlah Prosentase
1. Suka menonton televisi
Tidak suka menonton televisi 38
2 95,00 %
5 %
2. Program televisi yang paling sering di tonton adalah:
a. Sinetron
b. News
c. Reality show
* Tidak menjawab
9
15
14
2
22,5 %
37,5 %
35 %
5 %
3. Setuju dengan penayangan sinetron remaja di televisi
Tidak setuju
* Tidak menjawab 21
14
5 52,5 %
35 %
12,5 %
4. Persepsi tentang program sinetron remaja di televisi:
a. Positif
b. Negatif
* Tidak menjawab
18
17
5
45 %
42,5 %
12,5 %
Tabel 6 di atas menunjukkan bahwa tidak banyak pelajar SMA Xaverius Pringsewu yang suka menonton sinetron remaja (22,5 %). Namun mereka tetap setuju dengan penayangan sinetron remaja di televisi (52,5 %). Meskipun tidak sering menonton bukan berarti tidak pernah menonton sama sekali, hal ini ditunjukkan oleh banyaknya pelajar SMA Xaverius yang berpersepsi positif terhadap penayangan sinetron remaja di televisi (45 %). Dengan demikian, persepsi pelajar SMA Xaverius Pingsewu terhadap program sinetron remaja di televisi cenderung positif.
4.1.1.1 Beberapa pendapat remaja yang berpersepsi positif
Meskipun hanya sekitar 42,59% saja yang berpersepsi positif terhadap isi sinetron remaja, namun 65,45% pelajar SMA di Kecamatan Pringsewu tetap setuju dengan penayangan sinetron remaja di televisi. Pendapat dari pelajar yang menyebabkan mereka memiliki presepsi positif dan setuju dengan penayangan sinetron remaja di televisi adalah:
a. Sinetron remaja dapat menjadi media informasi mengenai perkembangan
kehidupan remaja saat ini.
b. Sinetron remaja dapat memberikan inspirasi kepada pelajar yang menontonnya, khususnya inspirasi mengenai gaya hidup yang tidak ketinggalan zaman.
c. Dengan ditayangkannya kisah-kisah kehidupan remaja di sinetron remaja,
pelajar jadi bisa belajar dari kisah-kisah tersebut dan lebih berhati-hati.
4.1.1.2 Beberapa pendapat remaja yang berpersepsi negatif
Ada sekitar 1141 pelajar atau sekitar 50,43 % pelajar berpersepsi negatif terhadap sinetron remaja, tapi hanya 28,03 % saja yang benar-benar tidak setuju dengan penayangannya, selebihnya tetap setuju dengan penayangan sinetron remaja Hal ini membuktikan bahwa meskipun mereka berpersepsi negatif namun mereka tetap senang menonton sinetron remaja.
Pendapat yang menyebabkan pelajar SMA di Kecamatan Pringsewu berpersepsi negatif sekaligus tidak setuju dengan penayangan sinetron remaja di televisi adalah:
a. Sinetron remaja lebih menonjolkan hal-hal yang menyimpang dari norma yang berlaku di sekolah ( tata tertib sekolah). Seperti tindakan kekerasan, gaya hidup glamour hingga gaya pakaian, khususnya gaya pakaian saat pergi ke sekolah.
b. Apa yang ditanyangkan di sinetron remaja kurang mendidik dan terkadang tidak rasional dan telalu berlebihan. Seperti sinetron yang mengandung unsur- unsur “peri”.
c. Sinetron remaja banyak yang diadopsi dari sinetron-sinetron negara lain. Padahal nilai-nilai yang terkandung di dalam sinetron di negara lain belum tentu sesuai dengan nilai yang ada di Indonesia, hal tersebut tentunya akan memberi pengaruh buruk bagi pelajar yang menontonnya.
4.1.2 Pengaruh Persepsi Pelajar SMA di Kecamatan Pringsewu Tentang Sinetron Remaja di Televisi Terhadap Upaya Penegakan Tata Tertib Sekolah
Dari data yang penulis peroleh melalui wawancara dengan salah satu ketua OSIS dan waka kesiswaan di sebuah SMA di Kecamatan Pringsewu, mengatakan bahwa sangat sulit untuk menegakkan tata tertib di sekolah akibat dari pelanggaran-pelanggaran yang banyak dilakukan oleh siswa. Pelanggaran tersebut juga dipacu dengan semakin gencarnya program-program sinetron remaja di televisi. Banyak di antara pelajar yang mengadopsi hal-hal yang sejatinya tidak sesuai dengan norma (tata tertib) sekolah. Seperti mengenakan pakaian yang ketat, aksesoris yang berlebihan dan gaya berbicara yang kurang sopan kepada guru.
Berikut adalah data yang penulis peroleh mengenai pelajar yang pernah terpengaruh dengan sinetron remaja yang mereka tonton:
Tabel 7
Pengaruh Persepsi Pelajar SMA di Kecamatan Pringsewu Tentang Sinetron Remaja di Televisi Terhadap Upaya Penegakan Tata Tertib Sekolah
No
Pernyataan SMA
RATA-RATA
01
(dari 48 sampel) Muh.
(dari 37 sampel) Xave.
(dari 40 sampel) 03
(dari 48 sampel) PGRI
(dari 54 sampel)
1 Persepsi terhadap sinetron remaja adalah persepsi positif
13
(27,08%)
10
(27,03%)
18
(45%)
28
(58,30%)
30
(55,56%) 42,59%
2 Pernah terpengaruh oleh sinetron remaja di televisi
23
(47,92%)
18
(48,65%)
28
(70%)
34
(70,83%)
39
(72,22%) 61,92%
3 Pengaruh sinetron tersebut tidak sesuai dengan norma (tata tertib) sekolah
40
(83,33%)
34
(91,89%)
25
(62,5%)
47
(97,92%)
46
(85,19%)
84,17%
Berdasarkan data di atas dapat dilihat bahwa semakin banyak pelajar yang berpersepsi positif tehadap sinetron remaja di televisi maka semakin banyak pula yang terpengaruh oleh sinetron tersebut. Ironisnya apa yang mereka pikir positif belum tentu hal-hal tersebut benar-benar positif. Terbukti rata-rata 84,17% pengaruh tersebut tidak sesuai dengan norma (tata tertib) sekolah. Hal tersebut tentunya sangat mempengaruhi upaya penegakan tata tertib di sekolah.
Pengaruh-pengaruh yang ditimbulkan dari penayangan sinetron remaja terhadap pelajar yang menontonnya, kaitannya dengan upaya penegakan tata tertib sekolah antara lain:
a. Banyak pelajar yang ke sekolah dengan penampilan yang berlebihan. Seperti gaya rambut (khususnya laki-laki) yang melebihi batas yang telah ditentukan di sekolah. Sepatu yang mencolok, baik warnanya maupun bentuknya. Seragam sekolah yang ketat dan rok di atas lutut, hingga mengenakan aksesoris yang berlebihan.
b. Banyak pelajar yang mengadopsi gaya bicara para pemain sinetron remaja di televisi. Mungkin hal ini tidak menjadi masalah jika yang menjadi lawan bicaranya adalah teman sebaya, namun akan lain ceritanya jika lawan bicaranya adalah guru. Seorang guru di salah satu SMA juga mengeluhkan hal ini. Jika dari gaya bicaranya saja sudah tidak menghormati guru, apalagi dalam bertindak dan berperilaku.
c. Banyak pelajar yang mulai berani untuk berpacaran di lingkungan sekolah. Rata-rata dari mereka mengaku terpengaruh oleh sinetron remaja. Berikut data yang penulis dapatkan:
Pernyataan Jumlah pelajar
( dari 227 sampel) Prosentase
Pernah berpacaran karena pengaruh dari sinetron remaja
75
33,04%
Ada sebanyak 33,04 % pelajar yang pernah berpacaran di lingkungan sekolah karena terpengaruh oleh sinetron remaja.
4.1.3 Solusi Untuk Mengatasi Pengaruh Negatif dari Program Sinetron
Remaja Terhadap Upaya Penegakan Tata Tertib Sekolah
Dari hasil wawancara yang penulis lakukan dengan beberapa guru, ketua OSIS, siswa dan waka kesiswaan di SMA di Kecamatan Pringsewu, dapat diambil pengertian bahwa solusi untuk mengatasi pengaruh negatif dari program sinetron remaja terhadap upaya penegakan tata tertib di sekolah antara lain adalah:
1. Diperlukan kerja sama antara sekolah dengan pihak keluaga siswa, khususnya orang tua dalam mengawasi anak. Termasuk diantaranya menyeleksi program televisi yang baik di tonton oleh anak usia sekolah.
2. Memberikan sanksi yang tegas terhadap setiap pelanggaran yang di lakukan oleh pelajar.
3. Menanamkan sejak dini pendidikan agama yang kuat, hingga pelajar tidak mudah terpengaruh oleh hal-hal yang bersifat negatif.
4.2 Pembahasan
Berdasarkan uraian penyajian data di atas, ada beberapa hal yang menurut penulis perlu dibahas.
4.2.1 Persepsi Pelajar SMA di Kecamatan Pringsewu Terhadap Penayangan
Sinetron Remaja di Televisi.
Sesuai dengan uraian dalam landasan teori, bahwa persepsi seseorang dalam memandang suatu hal berperan dalam menentukan sikap yang akan diambil. Dalam hal ini pelajar SMA yang pada hakekatnya adalah remaja yang sedang mencari jati diri, persepsi terhadap apa yang mereka lihat, dengar dan rasakan tentunya sangat berperan besar dalam kehidupannya.
Para ahli psikolog menyebutkan masa remaja sebagai masa puber, yakni suatu periode awal tumbuh dan berkembangnya ciri-ciri fisik dan seksualitas seorang individu. Ciri-cirinya antara lain adalah memiliki kepribadian yang labil karena masih mencari identitas diri dan mudah terpengaruh oleh hal-hal tertentu, baik yang bersifat positif maupun negatif ( Tim Sosiologi, Sosiologi Suatu Kajian Kehidupan Masyarakat: 106 ).
Persepsi yang positif terhadap suatu hal cenderung membuat mereka suka atau bahkan terpengaruh dengan hal tersebut. Seperti program sinetron remaja di televisi. Persepsi yang berbeda dari pelajar terhadap program remaja di televisi akan menimbulkan pengaruh yang berbeda pula. Berdasarkan uraian data sebelumnya, 65,45% pelajar di Kecamatan Pringsewu setuju dengan penayangan sinetron remaja, namun tidak semuanya memiliki persepsi positif terhadap sinetron tersebut.
Pelajar yang memiliki persepsi positif tentunya akan lebih mudah terpengaruh dari pada mereka yang tidak, karena yang memiliki persepsi negatif pastinya tidak akan mau melakukan apa yang menurutnya saja sudah negatif. Baik jika apa yang ditayangkan di sinetron remaja itu juga mengandung nilai-nilai yang positif, namun masalahnya tidak semua yang ditayangkan di sinetron remaja itu bernilai positif. Bahkan kenyataannya di sinetron remaja saat ini lebih banyak menayangkan hal-hal yang negatif. Hal ini ditunjukkan oleh lebih banyaknya pengaruh negatif yang ditimbulkan dari pada pengaruh yang positif , yakni sekitar 84,17% pengaruh tersebut berlawanan dengan norma/tata tertib sekolah.
Berdasarkan hasil observasi yang penulis lakukan di SMA-SMA di Kecamatan Pringsewu, ternyata sangat mudah ditemui pelanggaran-pelanggaran tata tertib sekolah. Ironisnya bahkan salah satu ketua OSIS di sebuah sekolah di Kecamatan Pringsewu memakai seragam yang dibuat sedemikian rupa hingga seperti gaya berpakaian tokoh idolanya di televisi. Mulai dari aksesoris, sepatu, celana panjang kekecilan yang dipakai di bawah pinggul, ikat pinggang yang besar, hingga gaya rambut berantakan. Padahal semestinya seorang ketua OSIS harus dapat mencontohkan hal yang baik kepada siswa yang lain, apalagi hal tersebut tidak sesuai dengan tata tertib yang berlaku di sekolahnya. Ternyata persepsinya yang positif terhadap tokoh idolanya itulah yang mendorong ia untuk mengadopsi gaya hidup Sang tokoh idola.
Namun demikian, bukan berarti memiliki persepsi positif terhadap sinetron remaja itu tidak dapat memberikan efek positif bagi pelajar yang menontonnya. Misalnya saja seperti apa yang dituturkan seorang pelajar SMA yang penulis wawancarai, ia menjadi bersemangat untuk bersaing meraih prestasi dan menjadi tahu perkembangan remaja saat ini setelah melihat program sinetron remaja di televisi.
4.2.2 Pengaruh Persepsi Pelajar SMA Tentang Sinetron Remaja di Televisi Terhadap Upaya Penegakan Tata Tertib Sekolah
Sebagai seorang remaja yang labil, pelajar sangat mudah untuk menerima pengaruh dari lingkungan sekitarnya. Pelajar yang hampir seluruhnya suka menonton televisi, pastinya langsung ataupun tidak akan terpengaruh dengan program televisi yang mereka lihat. Berdasarkan uraian sebelumnya bahwa sebagian besar pelajar suka menonton program sinetron remaja di televisi (62,2%). Persepsi positif pelajar terhadap sinetron remaja akan mendorong rasa ingin tahu dan rasa ingin mencoba hal-hal baru yang sebelumnya belum pernah mereka alami. Dari rasa ingin tahu dan rasa ingin mencoba itulah akan berkembang sebuah keinginan yang kuat dalam diri mereka untuk melakukan hal yang sama seperti yang mereka lihat di televisi. Hal inilah yang oleh George Herbert Mead disebut “game stage” atau kecenderungan remaja untuk meniru seseorang yang diidolakanya. Setelah itu pelajar tersebut akan mengaktualisasikan keinginannya itu dalam perilakunya sehari-hari. Proses ini akan mengarah kepada hal-hal yang positif jika yang diadopsi adalah hal-hal yang positif. Sebaliknya, apabila yang diadopsi adalah hal-hal yang negatif maka dampaknya akan negatif pula. Tidak hanya berpengaruh terhadap pembentukan sikap dan kepribadian pelajar saja, hal tersebut juga akan berpengaruh terhadap sekolah. Pelajar yang notabenenya adalah komponen dari sekolah tentunya memiliki kewajiban untuk mematuhi tata tertib sekolah yang berlaku. Namun akan bermasalah dalam upaya penegakan tata tertib sekolah jika pelajar sendiri sangat mudah terpengaruh dengan hal-hal yang ditayangkan di sinetron remaja, apalagi kebanyakan dari pengaruh-pengaruh tersebut adalah pengaruh yang negatif yang tidak sesuai dengan tata tertib sekolah. Pengaruh persepsi pelajar terhadap upaya penegakan norma disekolah dapat dilihat pada diagram di bawah ini:
Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa dari SMA yang satu dengan lainnya, semakin tinggi persepsi positif dan pendapat setuju terhadap sinetron remaja di televisi maka semakin tinggi pula angka pelajar yang terpengaruh dan pengaruh tersebut tenyata tidak sesuai dengan tata tertib sekolah.
Jelas bahwa ternyata persepsi pelajar terhadap sinetron remaja di televisi dapat mempengaruhi penegakan tata tertib sekolah. Tata tertib akan sulit ditegakan dalam kondisi seperti ini. Apalagi saat ini banyak sekali ditayangkan program sinetron remaja di televisi.
Berdasarkan hasil wawancara dengan salah seorang guru di sebuah sekolah SMA di Kecamatan Pringsewu, mengatakan bahwa sulit sekali menegakan tata tertib sekolah, bahkan sistem poin yang diberlakukan sekolah terhadap setiap pelanggaran tata tertib pun tidak cukup berhasil meminimalisir pelanggaran yang di lakukan pelajar. Karena saat ini angka pelanggaran tata tertib masih tinggi. Bentuk pelanggaran tersebut antara lain; seragam sekolah yang ketat, rok pendek di atas lutut, tidak memakai atribut sekolah lengkap, gaya rambut yang melebihi batasan yang telah ditentukan, perkelahian antar pelajar, merokok, pemakaian narkoba, membolos dan berpacaran di lingkungan sekolah. Sebenarnya berpacaran di lingkungan sekolah dapat menimbulkan efek negatif bagi pelakunya, karena selain dapat mengganggu konsentrasi pelajar dalam belajar juga tidak sesuai dengan norma yang berlaku di SMA di Kecamatan Pringsewu, lagi pula kewajiban siswa itu adalah belajar. Bahkan menurut keterangan ketua OSIS di salah satu SMA yang penulis datangi, sekolah sudah tidak berdaya menghadapi pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan siswanya. Sehingga pelanggarn-pelanggaran tersebut seringkali ditolerir dan berdampak dengan semakin sulitnya upaya penegakan tata tertib sekolah.
4.2.3 Solusi Untuk Mengatasi Pengaruh Negatif dari Program Sinetron
Remaja Terhadap Upaya Penegakan Tata Tertib Sekolah
Tata tertib sekolah pada dasarnya merupakan peraturan-peraturan yang harus ditaati atau dilaksanakan demi tercapainya sebuah keteraturan hidup dalam lingkungan sekolah. Sekolah sendiri sebagai sebuah lembaga pendidikan formal bukan hanya mengajari siswa dari belum tahu menjadi tahu, tetapi juga berfungsi untuk mendidik siswa agar bisa menjadi lebih baik lagi dan menjadi orang yang berguna untuk orang lain, bangsa, negara, dan agama. Namun sekolah dapat kehilangan fungsinya jika hal yang penulis uraikan sebelumnya terus menerus dibiarkan terjadi. Untuk itulah dibutuhkan sebuah pemecahan yang baik agar tidak terjadi hal yang tidak diharapkan.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang penulis lakukan serta hasil pemikiran penulis dan didukung oleh pendapat beberapa ahli, dapat diambil solusi sebagai berikut:
a. Kerjasama antara sekolah dengan pihak keluarga siswa, khususnya kedua orang tua siswa, harus lebih ditingkatkan. Keluarga merupakan media sosialisasi pertama dan utama dari seorang anak (Tim Sosiologi, 2003: 109). Pendidikan dari keluarga memegang peranan penting dalam pembentukan kepribadian seorang anak. Oleh karena itu sangat dibutuhkan kerja sama antara sekolah dengan keluarga siswa. Hal-hal yang dapat dilakukan oleh orang tua antara lain:
Selalu dekat dengan anak-anaknya sehingga bisa mengetahui perkembangan anaknya.
Memberikan pengawasan dan pengendalian yang wajar. Misalnya dengan menyeleksi program-program televisi yang baik untuk ditonton oleh anak usia sekolah.
Membimbing anak agar dapat membedakan antara benar dan salah, baik dan buruk, serta pantas dan tidak pantas.
Menasehati anak jika melakukan kesalahan/kekeliruan serta menunjukkan dan mengarahkan mereka ke jalan yang benar.
Dengan demikian pelajar memiliki kepribadian yang kuat sehingga tidak mudah terpengaruh oleh hal-hal yang bersifat negatif yang berasal dari lingkungan sekitarnya, termasuk pengaruh program sinetron remaja di televisi.
b. Adanya sanksi yang tegas dari sekolah untuk setiap pelanggaran yang dilakukan pelajar. Namun sanksi yang dimaksud disini adalah sanksi yang sifatnya bukan dengan kekerasan atau melebihi batas kewajaran. Akan tetapi sanksi-sanksi yang diberikan disesuaikan dengan jenis pelanggaran yang dilakukan. Misalnya dengan memberikan poin dan batasan maksimal poin, panggilan orang tua hingga anak dikeluarkan dari sekolah. Seperti yang dilakukan di salah satu SMA di Kecamatan Pringsewu. Sekolah menghukum siswa yang tidak mengenakan atribut sekolah lengkap atau yang menyalahi aturan yang telah ditetapkan dengan dikumpulkan dan berbaris di depan seluruh siswa ketika upacara bendera berlangsung, setelah itu siswa harus membersihkan lingkungan sekolah. Hal ini dimaksudkan agar siswa merasa malu dan menimbulkan efek jera untuk melakukan kesalahan yang sama. Dan sampai saat ini ternyata cara ini berhasil meminimalisir pelanggaran di sekolah tersebut.
c Menanamkan pendidikan agama kepada pelajar sejak dini. Dengan adanya pendidikan agama yang kuat, pelajar akan lebih selektif lagi dalam menerima pengaruh negatif dari luar. Untuk mewudkan hal ini dibutuhkan peranserta orangtua di rumah dan guru di sekolah.
Dengan mencegah pengaruh negatif dari sinetron remaja di televisi kepada anak, maka upaya penegakan tata tertib di sekolah akan lebih mudah dilakukan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:
• Pelajar SMA di Kecamatan Pringsewu memiliki persepsi positif dan negatif terhadap program sinetron remaja di televisi. Pelajar yang memiliki persepsi positif cenderung terpengaruh oleh sinetron remaja yang mereka tonton.
• Sinetron Remaja di Televisi lebih banyak menayangkan hal-hal yang bersifat negatif, sehingga persepsi positif pelajar membawa mereka ke hal-hal negatif pula. Hal ini berimbas pada sulitnya upaya penegakan tata tertib sekolah.
• Dibutuhkan kerjasama yang baik antara sekolah dan pihak keluarga untuk mengatasi pengaruh negatif dari sinetron remaja untuk memudahkan upaya penegakan tata tertib sekolah.
5.2 Saran
Demi tegaknya tata tertib sekolah, penulis memberi saran sebagai berikut:
• Hendaknya pihak keluarga, khususnya orang tua, lebih maksimal dalam mengawasi perkembangan anaknya untuk menghindari hal-hal yang negatif.
• Sekolah hendaknya lebih tegas dalam menyikapi pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan pelajar untuk menimbulkan efek jera.
• Pemerintah hendaknya lebih memperhatikan pertelivisian di Indonesia agar lebih selektif dalam menayangkan program-programtelevisi, khusunya program-program remaja agar lebih mendidik.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 1989. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Bina Aksara
Budiyanto. 2004. Kewarganegaraan Untuk SMA Kelas X. Jakarta: Erlangga.
Depdikbud. 2000. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Ferani, Aisyiah, Intan Afriani. Upaya Pemerintahan Desa Tambahrefo Dalam
Rangka Mewujudkan Good Governance. Pringsewu: SMA 1 Press.
Soekanto, Soerjono. 1988. Kedudukan dan Peranan Hukum Adat Di Indonesia.
Jakarta: Kunia Esa.
Sujianto, Muhlisin. 2004. Praktik Belajar Kewarganagaraan. Jakarta: Ganeca
Exact.
Tim Sosiologi. 2004. Sosiologi Suatu Kajian Kehidupan Masyarakat. Jakarta:
Yudhistira.
Wiyati. 2006. Pedoman Membuat Karya Tulis Ilmiah. Pringsewu: SMA 1 Press.
LAMPIRAN
1. Kuesioner
a. Berikut adalah daftar pertanyaan yang penulis ajukan secara tertulis kepada sampel
pelajar SMA di Kecamatan Pringsewu.
1. Apakah anda suka menonton televisi?
a. Suka
b. Tidak suka
2. Berapa jam dalam sehari anda menghabiskan waktu untuk menonton televisi?
3. Program televisi apakah yang paling anda sukai?
a. News
b. Reality Show
c. Sinetron
4. Apakah anda setuju dengan penayangan sinertron remaja di televisi?
5. Bagaiman pendapat anda mengenai penayangan sinetron remaja di televisi?
6. Apakah anda pernah merasakan pengaruh dari ssinetro remaja terhadap pribadi anda secara langsung? Jika pernah berikan contohnya.
7. Bagaimana pendapat anda tentang banyaknya anak SMA yng mengadopsi gaya yang ditayangkan di sinetron remaja?
8. Sesuaikah hal tersebut dengan norma-norma yang berlaku di sekolah? Berikan alasanmu!
9. Apakah anda pernah berpacaran di lingkungan sekolah seperti yang di tayangkan di sinetron remaja?
10. Apakah yang anda inginkan/harapkan dari program televisi di Indonesia?
0 komentar:
Posting Komentar